π π¬ππ£π© π¨π€π’ππ€π£π π πππ£'π© π‘ππ«π π¬ππ©ππ€πͺπ©.
terkadang, yang ingin hongjoong lakukan hanyalah berlari; melajukan kedua tungkainya kuat-kuat, menjauh dari peliknya perkara yang berdiri bak pagar tanaman berurat yang pantang untuk dibasmi ini. kokoh, mengungkungnya dan kebebasan dalam genggaman tangan, penuh dikendalikan. hongjoong tidak pernah menyukai apa yang dia kerjakan, tetapi paling tidak, lembar uang yang dia terima memang cukup untuk dipakai sebagai pelipur lara.
hidup dan besar di bawah sindikat serupa jaring laba-laba pemusnah nyawa manusia berbayar imbalan kelewat tak masuk akal memang tak pernah menyenangkan. kalimat itu terpatri nekat di permukaan otaknya, jauh sejak dia masih balita, hingga tumbuh dewasa dan capaian rekor dalam membinasakan target sudah tak dapat lagi dia hitung dengan jemari tangan.
paling tidak, sampai anak itu datang. π’π―π’π¬ πͺπ΅πΆ, yang kini sedang ia amat-amati dalam diam. π’π―π’π¬ πͺπ΅πΆ, yang jemari tangan kurusnya terlampau lihai dan sibuknya mengepel lantai kamar. membersihkan sisa pekat darah hasil dari lemparan pisau lipat kecil di saku celana. π’π―π’π¬ πͺπ΅πΆ, yang hadirnya bak seteko air suci yang dikirimkan langsung oleh tuhan khusus untuknya. π’π―π’π¬ πͺπ΅πΆ, yang hanya mengerjapkan mata ketika hongjoong bilang membunuh adalah pekerjaan utamanya untuk dapatkan makan.
βhari ini berantakan.β
hongjoong berdengung. pemantik kecil dia mainkan dengan tangan kiri, selagi manik matanya tak juga lelah memetakan punggung π’π―π’π¬ πͺπ΅πΆ dalam kepala; terbalut kemeja khusus pelayan berwarna biru kusam, dengan rambut hitam legam terurai asal-asalan. lantas pada memori lampau yang dia gali diam-diam. tentang bunga-bunga ungu bermekaran, berbaris acak memenuhi garis tulang belakang π’π―π’π¬ πͺπ΅πΆ yang dia berikan dua hari lalu.
βtua bangka itu berisik.β katanya kemudian.
wooyoung, π’π―π’π¬ πͺπ΅πΆ, menoleh dan menghadiahinya lirik tajam. sebab mengepel adalah pekerjaannya, dan dia inginkan noda tanah normal yang membekas pada lantai tempatnya bekerja alih-alih merah.
βkalau begitu, lakukan di tempat lain.β
βtidak bisa.β
βmemangnya kenapa?β
hongjoong menarik napas, lantas menyeret langkah mendekat. persis di sebelah wooyoung, dia turut pula berjongkok menekuk kaki dan berdecak. ingatannya terbang melayang pada konversasi tak menyenangkan yang mampir pada telinganya tadi siang; pada pinta untuk kerjakan misi dari si tua bangka. lantas, pada penolakan yang sempat dia utarakan. diselip mimpi yang lama dia telan dan persiapkan matang. tentang prospek melarikan diri, tentang wacana menjauh pergi. tentang pensiun dini, lalu tentang berhenti. tentang membangun rumah kecil berdinding papan jauh di pegunungan, dengan wooyoung di sisi.
tua bangka itu, tidak mau mengerti.
maka, dia sama sekali tidak merasa berdosa ketika menyembelih pria itu di dalam kamar hotel tempatnya biasa melakukan perundingan perkara rencana eksekusi misi. tempat wooyoung bekerja. tempat anak itu mencari makan. tempat anak itu pertama kali memarahinya karena tidak melipat selimut dengan benar. tempat pertama kali dia menyetubuhi bocah itu setelah menikam pegawai bank.
βsoalnya rindu.β kata hongjoong lagi. sebelah tangannya terangkat, lalu mendarat pada puncak kepala. satu usap, hongjoong berikan penuh-penuh pada wooyoung.
βpadaku?β
hongjoong memikirkan uang-uangnya yang lama disimpan di dalam lemari kaca. lalu pada destinasi yang sudah dia hafalkan alamatnya, dan jenis anjing yang bakal dia adopsi setelah menetap di sana. pada sinar matahari yang sudah pasti jatuh menyentuh pipi wooyoung, ketika anak itu sedang menyiram pot-pot selada di halaman. tanpa ragu, dia mengangguk.
βpadamu.β
π π‘ππͺπ¨π, 6.27 pm.