๐—ฆ๐—ผ๐—ฟ๐—ฒ ๐—œ๐˜๐˜‚, ๐— ๐˜‚๐—ป๐—ด๐—ธ๐—ถ๐—ป ๐—”๐—ธ๐˜‚ ๐—๐—ฎ๐˜๐˜‚๐—ต ๐—–๐—ถ๐—ป๐˜๐—ฎ ๐—ฃ๐—ฎ๐—ฑ๐—ฎ๐—บ๐˜‚.

Sore itu, kamu sibuk duduk di bawah pohon ketapang. Sendiri berteman satu buku yang niatnya hendak kamu baca untuk membunuh waktu sampai pukul tiga. Di lapangan basket, pacarmu sedang sibuk unjuk pesona pada kaum hawa; kamu terkikik kecil, sebab hafal tabiat nakalnya di luar kepala. Bima dan kumpulan penggemarnya, sudah melegenda ke mana-mana.

โ€œTeh Jani!โ€

Dengar suaranya, kamu segera tolehkan kepala. Itu dia, tetangga manis yang menghuni rumah di samping milik keluarga. Asanka, satu tahun terpaut lebih muda, dan kerap mengekorimu sejak usianya masih terhitung tiga.

โ€œBayi!โ€

Asanka, melipir mendekat dengan senyum sumringah. Lebar, hingga gigi-giginya kelihatan. Tungkainya yang panjang, tampak lucu dibawa jalan cepat. Agak terlihat seperti bayi rusa. Meski Asanka tak pernah mau disama-samakan.

โ€œPanas, ya?โ€

Mengenang lembabnya kulitmu yang tertimpa baskara, kamu mengangguk saja. Asanka menelengkan kepala, barangkali menelisik butir-butir yang kurang ajar jatuh melintasi pipimu. Entah untuk alasan apa, kamu mendapati dirimu tersipu. Kamu, usap-usap peluhmu jauh-jauh.

โ€œBuat Teteh.โ€

Kamu mendongak, dan dapati Bocah itu sedang ulurkan tangan kanannya padamu. Bingung, kamu pandang-pandang botol air minum itu. Kamu, bahkan tak sadar eksistensinya sejak kapan ada di genggaman.

โ€œKenapa, Teh? Kok nggak diambil?โ€

Mengerjapkan mata, kamu tatap sorot mata Asanka yang kelewat polosnya. Ragu-ragu, kamu raih juga pereda dahaga. Dingin yang berkontak dengan telapak tangan, menamparmu lekat-lekat. Di hadapan, ada Asanka yang masih mengamat-amatimu seperti sekawanan burung bayan.

โ€œMakasih, Bayi.โ€

Asanka tertawa kecil. Bocah itu lantas mendudukkan bokongnya tepat di sebelahmu. Aneh, kamu tidak merasa risih dengan lengket keringatnya yang menusuk-nusuk kulit lenganmu. Asanka wangi, kamu pikir-pikir lagi. ๐˜ž๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ช ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฌ ๐˜ฃ๐˜ข๐˜บ๐˜ช.

โ€œKok tahu Teteh di sini?โ€

Asanka mengangkat bahu. โ€œSoalnya hari ini jadwal Mas Bima main basket. Pasti Teteh nungguin di sini.โ€

Kamu, tersedak dalam upayamu menelan air mineral. Punggungmu, kamu sadari kemudian, dapat tepuk-tepuk lembut dari Asanka yang panik ribut-ribut.

โ€œTeh Jani nggak papa? Pelan-pelan atuh, Teh.โ€

Kamu, menggeleng lamat-lamat. Terpatri di bola-bola matamu itu, Asanka dan raut wajahnya yang teriakkan kekhawatiran. Dahi Bocah itu berkerut-merut, sedang mulutnya terkerucut lucu. Kamu, dalam sibukmu memperhatikan, tak dengar apa-apa yang Asanka ocehkan. Sebab kini, ada pertanyaan besar menggantung di dasar benak,

kapan, ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฑ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฏ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜‰๐˜ช๐˜ฎ๐˜ข ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ญ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ถ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ช๐˜ฌ๐˜ช๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ช๐˜ด๐˜ฏ๐˜บ๐˜ข ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜ต๐˜ถ๐˜ฌ๐˜ฎ๐˜ถ?

๐—”๐—ป๐—ป๐—ฒ๐—น๐—ถ๐—ฒ๐˜€๐—ฒ, 6.18 PM.