๐™ฌ๐™๐™š๐™ง๐™š ๐™ฎ๐™ค๐™ช ๐™–๐™ฉ(?).

panik, ialah satu dari sekian emosi yang membanjiri benak; akan berita buruk yang baru dia dapatkan dari laman yang san agihkan melalui ruang konversasi mereka di ponsel pintar. berita darurat bertajuk gempa bumi yang baru saja melanda, dengan titik pusat guncangan berada dekat dengan daerah tempatnya bermukim bersama yang terkasih.

malang, getar bencana urung dirasa sebab wooyoung berada begitu jauhnya dari si kesayangan. dalam rangka meruntuhkan penat, dia mengambil cuti dan datang berkunjung ke kediaman orang tua. dengan rencana kalau pekan depan hongjoong bakal pergi menyusulnya. kini, wacana itu tampak terlihat seperti angan-angan yang semakin jauh terbangnya untuk sekadar digapai tangan.

โ€œwooyoung?โ€

suara ibunda, bahkan tak mampu menyisip tenang ke dalam kepalanya yang porak-poranda. sebab rasa khawatir, memampatkan dadanya hingga wooyoung merasa payah dalam mengambil satu tarikan saja. pasrah, dia menggeleng lamat. manik matanya, begitu fokusnya menatap layar gawai. menunggu hingga deringnya mencapai seberang.

โ€œoh, sayang.โ€

masuk dalam dekap ibu, wooyoung merasa bak kembali menjadi anak bayi yang masih butuh perlindungan. mungkin, sebetulnya memang demikian. sebab di bawah kuasa maha pencipta yang tak mampu dia kendalikan, dia menjelma menjadi barang ringkih rawan luluh dan kehancuran. maka, sembari terisak-isak, dia bersandar pada pundak ibunya.

โ€œhongjoong akan baik-baik saja.โ€

โ€œaku ... tidak begitu yakin.โ€ wooyoung lirih berkata. sebab sontak hatinya dibanjiri rasa bersalah, karena tak penuh percaya. sebab hongjoongnya masih berupa tanda tanya di dalam kepala, dan dia merasa berdosa sekadar untuk berharap. ketakutan akan menyalahkan tuhan setelahnya, membanjiri raga.

ibunya menarik napas, dan kembali mengelus kepala. โ€œkau mau makan dulu?โ€

gelengan, dia berikan. sebab tak ada tenaga untuk sekadar mengunyah ketika tahu lelakinya masih di luar sana tanpa kepastian kabar. pesan terakhir bernada serupa yang dia kirimkan, tak satupun dapat kesempatan untuk dibaca. terkirim, pun, tidak. sebab itu, jika dia berakhir menangis pilu di dada wanita penyabar yang sedang memeluknya, dia menduga itu ialah reaksi yang sepatutnya.

elus-elus ringan, tak sekalipun absen menyapa punggung. sesekali, bakal dibarengi dengan bisik-bisik memberi kekuatan. wooyoung sungguh ingin berterimakasih. tetapi pita suaranya, masih terhalang cekat yang memblokir tenggorokan. normal, ini hal yang normal untuk seseorang yang sedang berduka.

satu jam, ibunya membiarkannya memejamkan mata. sebab kelelahan jelas menghias raut wajah, dan wooyoung betul-betul butuh istirahat. dia terbangun ketika kyungmin menyentuh pipi. anak itu barangkali hanya ingin memastikan bahwa deru napasnya masih ada, dan wooyoung memeluknya karena itu.

dia sedang mencium-cium puncak kepala kyungmin, ketika ponselnya bergetar terus-menerus. pada mulanya, dia mengabaikan. sebab berburuk sangka bahwa getar datang dari notifikasi penuh tanya dan simpati dari kolega. dia tidak membutuhkan itu untuk saat ini.

namun, nyatanya si pengirim pesan jauh lebih persisten; gigih dan kukuh mempertahankan usaha untuk mencapainya. maka, diliriknya layar gawai, dan hatinya mencelos seketika. ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ฃ ๐˜ช๐˜ต๐˜ถ ๐˜ฏ๐˜ฐ๐˜ฎ๐˜ฐ๐˜ณ ๐˜ฌ๐˜ฐ๐˜ฏ๐˜ต๐˜ข๐˜ฌ ๐˜ฉ๐˜ฐ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ซ๐˜ฐ๐˜ฐ๐˜ฏ๐˜จ ๐˜บ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜บ๐˜ข๐˜ฑ๐˜ข ๐˜ช๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ณ๐˜ข ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ช๐˜ฉ๐˜ข๐˜ต๐˜ฏ๐˜บ๐˜ข. panik, dia lantas menyentak ponsel, dan menggeser ikon penerima telepon dengan gegabah.

wooyoung menahan napasnya, dan berbisik-bisik. harapan kentara sekali memeluk suaranya. โ€œhalo?โ€

โ€œwooyoung?โ€ hongjoong menyapa dari seberang. tenang, seakan-akan sedang memberitahunya kabar cuaca untuk pekan yang akan datang. โ€œkau mengirimiku pesan seperti orang gila.โ€

โ€œhongjoong?โ€

โ€œapa? kau mengharapkan orang lain?โ€

sesaat, wooyoung tak sempat melontar ucap. dia memilih disibukkan oleh spekulasi yang memabukkan; lelakinya ada. itu betul-betul suara hongjoong yang mencium telinganya. begitu suksesnya menyingkirkan ketakutannya pergi dalam sekejap. demikian, setelah pemahaman itu pelan-pelan tercerna, diliputi oleh berbagai emosi yang berlomba memampatkan dada, dia setengah berteriak. โ€œkau di mana, bodoh?โ€

untuk sesaat, tidak ada jawab. hanya suara langkah kaki yang tampak tenang sekali. wooyoung membiarkan jantungnya berdegup kelewat kencang. sebab ketakutan kalau ini semua hanyalah mimpi belaka, masih setia memeluk pinggangnya. enggan pergi, walau logikanya memaksanya untuk lagi-lagi, percaya.

โ€œaku?โ€ hongjoong memberi jeda sejenak. dari suaranya, pria itu kedengaran bingung sekali. โ€œdi luar rumah orang tuamu, sayang. sebentar, tas yang kubawa sepertinya hilang satu. oh, itu diaโ€•โ€

wooyoung mengabaikan rentet kata yang datang setelahnya. bak kerasukan, dia beranjak berdiriโ€•tak sengaja menyingkirkan kyungmin dalam prosesnyaโ€•dan memburu langkah menuju halaman. semua, demi pembuktian bahwa ini bukan sekadar halusinasi yang timbul karena dorongan rasa putus asa. sebab harapnya melambung kian tinggi, seiring naiknya jumlah langkah yang dia ambil.

lantas, ketika wooyoung mencapai ubin terasnya, dia hanya dapat mematung ketika mendapati betapa nyata situasi ini. sebab lewat kedua mata yang sembab ditimpa tangis, dilihatnya si kecintaan sedang menjinjing tas-tas tangan kepayahan, masih menjepit ponsel di antara telinga dan bahunya. pria gila kerja itu mengerutkan kening, mungkin menyadari betapa merahnya manik mata wooyoung saat menatapnya seperti sedang melihat hantu. bergegas, hongjoong menghampiri.

โ€œsayang?โ€

โ€œbodoh,โ€ wooyoung memaki dengan satu kepal tangan mendarat pada dada hongjoong. suara yang keluar tampak tersendat, sebab dibarengi rasa lapang; mengetahui lelakinya utuh tak dibalut kedukaan.

hongjoong memiringkan kepala, dan berkedip bingung. โ€œoke, apa yang terjadi?โ€

โ€œponselmu kenapa?โ€

hongjoong meletakkan tasnya satu-satu, dan menyelipkan gawai pintarnya ke dalam saku celana. lagaknya kelewat santai untuk ukuran orang yang baru ditangisi wooyoung selama berjam-jam. โ€œdi kereta tidak ada sinyal, jadi kumatikan.โ€

masuk akal, memang. wooyoung mengerutkan kening sebab rasa penasaran masih menghantui. โ€œkenapa tidak bilang akan datang?โ€

hongjoong mendongak. โ€œkalau kubilang,โ€ katanya, โ€œbukan lagi kejutan namanya.โ€

โ€œhongjoongโ€•โ€

โ€œoke,โ€ hongjoong menginterupsi dengan satu jari telunjuk terangkat, dan mengikis jarak. dia membiarkan wooyoung menyentuh pipinya, meski tak mengerti apa gunanya. โ€œkau memanggilku dengan sangat tidak sopan, dan kentara sekali habis menangis. ada apa?โ€

wooyoung menarik napas, dan membiarkan jemari tangannya tetap bertahan pada posisinya. hongjoong benar-benar nyata. โ€œsudah lihat berita?โ€

โ€œbelum.โ€

โ€œada gempa dekat dengan daerah kita. pun, kurasa rumah kita sudah rata dengan tanah.โ€ wooyoung menggigit bibir bawahnya. โ€œkupikir ... ๐˜ฌ๐˜ถ๐˜ฑ๐˜ช๐˜ฌ๐˜ช๐˜ณ kau tidak selamat.โ€

kedua mata hongjoong membola ketika benang kusut di kepalanya, kini mulai diluruskan. sekarang, dia memahami setiap laku aneh yang wooyoung perlihatkan. โ€œohโ€•โ€

โ€œiya, oh.โ€

โ€œastaga tuhan, ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ฃ๐˜บ. maafkan aku.โ€

โ€œtidak perlu,โ€ wooyoung berbisik, โ€œaku senang kau pulang, hyeong.โ€

maka, ketika hongjoong merentangkan lengan, tanpa keraguan wooyoung lekas datang menerjang. dia sembunyikan wajah pada dada bidang, dan bersyukur ketika rasa lega membasahi setiap senti kulitnya. tarikan napas, dia ambil dalam. sebab memahami kalau hongjoongnya aman dalam dekapan.

๐™ ๐™ก๐™–๐™ช๐™จ๐™–, 3.11 pm.