๐จ๐ฅ๐๐ง๐ .
pertama kali wooyoung datang padanya dan mengeluhkan perkara kurangnya ๐ฑ๐ฆ๐ณ๐ค๐ช๐ฌ๐ข๐ฏ yang timbul ketika bocah itu menjalin cinta, san hanya duduk dan memainkan lembar-lembar bukunya. dia tidak terlalu mengerti, tetapi dia memang sudah berjanji untuk meminjamkan telinga. jadi, dia bertanya satu kali lagi lewat tatap mata yang kelewat naifnya. wooyoung menghadiahinya lirik sebal, yang dia balas dengan bahu terangkat.
โpercikan.โ wooyoung berkata dengan sabar. tehnya yang semula hangat, kini tinggal ampas daun dan pahit hitam tidak berestetika yang menyakiti mata.
โmaksudnya bagaimana?โ bertopang dagu, sekarang pusat atensinya sepenuhnya dimiliki oleh si pemarga jung.
โentah.โ wooyoung bersungut-sungut. pipinya yang seperti roti bantal isi tiga di swalayan, terkembung lucu. โapakah karena yunho terlalu baik padaku?โ
san meragukannya, namun memutuskan kalau rute teraman ialah diam dan mendengarkan. โmungkin,โ katanya setelah tiga detik berlalu dalam hening.
โmemangnya kalau kau menjalin kisah, tidak merasa pernah ada percikan?โ
san melirik, lantas lamat-lamat memperhatikan anak rambut yang melintasi bulu mata wooyoung. dia berkedip, dan mengangguk. meski sangsi pada bagian pernah menjalin kisah, tetapi dia yakin tentang hatinya. sebab sudah bertahun lamanya dia bertahan pada tajuk yang sama.
โpernah,โ katanya kalem.
โbagaimana rasanya?โ
san memikirkan tentang kue cokelat yang disantap berdua, lalu kaleng-kaleng bir dan peluk yang dibagi rata pada malam-malam penuh bising kepala. โkadang-kadang menyakitkan.โ
bocah itu tidak berkomentar, namun dia tahu ekspresi baru yang berenang di manik mata wooyoung ialah rasa ingin tahu yang sedang kelaparan. maka, ketika wooyoung mengekorinya dengan pertanyaan mengenai siapa objek dari percikannya, dia menghindarinya setengah mati sepanjang sore.
kali kedua, wooyoung datang ketika dia sedang bergumul dengan lipatan selimut tua yang tak pernah selaras ujung-ujungnya. bocah itu masuk bahkan tanpa repot mengetuk. lima belas tahun berteman, dan san sudah berhenti untuk merasa kaget ketika usianya dua belas tahun. dia melirik, dan bertemu muka dengan wooyoung yang sedang merengut.
โkenapa?โ
โselesai.โ
dia mengangguk paham, dan melupakan gelenyar hangat yang menjalari punggung, atas kelegaan yang datang mendadak. sontak, san merutuki isi kepalanya yang jahat. sebab ini bukan waktunya untuk bersuka cita akan sesuatu yang belum tentu bakal jatuh kepada peruntungannya. semesta tak pernah membiarkannya merasa mujur, lagipula.
โsekarang kenapa?โ
โjongho masih kecil.โ
โmmhm,โ
โpercikannya tidak ada.โ
san mengangguk mafhum. dia memutuskan kalau melipat selimut bisa dia kerjakan nanti, dan memilih untuk turut duduk di sisi. telapak tangannya, sampai pada punggung wooyoung, dan mengusapnya lamat. afeksinya nyata, dan dia berharap wooyoung merasakannya.
โaku turut berduka,โ katanya bersimpati.
wooyoung menggelengkan kepala, โaku tidak sedih.โ
โmm, mau satu ember es krim?โ
wooyoung tidak serta merta berbagi jawab. anak itu menatapnya seakan-akan dia baru menyadari sesuatu, dan hendak menyuarakan isi kepalanya. san punya perasaan ini bukanlah sesuatu yang bagus. namun, demi kesopanan, dia menjaga ekspresinya tetap netral.
โtahu, tidak.โ wooyoung memulai. โkadang-kadang aku bertanya-tanya kenapa kau masih sendiri.โ
san menghela napas, dan mulai memikirkan tentang bekas luka yang dia dapat pada lutut karena menggantikan wooyoung jatuh menimpa petak ubin di teras rumah, dan kembali mengangkat bahu. sebab meskipun dia tahu mengapa, dia masih enggan untuk mengagihkan rahasia yang hanya dia dan tuhan yang tahu. karena perkara bersuara dalam diam sudah khatam dia pelajari dan lepas dia tunaikan. maka, tak ada alasan untuk tiba-tiba mengubah kokohnya hasil akhir dari semedi malamnya merenungi cinta.
โentah.โ
lantas, jika wooyoung menggali lubang pada punggungnya dengan tatap jengkel ketika dia beranjak untuk mengambil es krim, maka dia pun juga mengabaikan yang satu ini.
yang ketiga, terjadi ketika san sedang menyeruput kopinya; berteman sepiring penganan ringan hasil memanggang mandiri, dan koran pagi yang luput dia baca. wooyoung datang dengan berderai air mata. bulir besar mengalir bebas menuruni pipi, sedang si bocah duduk bersimpuh dan membasahi celana pendek yang san kenakan. terkejut, san tak sempat letakkan cangkir kopinya.
โyoung-ah?โ
dengan suara serak, wooyoung bergumam-gumam di atas paha. โ... mendua.โ
sejujurnya dia pikir tuhan bakal menghantamnya dengan badai ketika dia merasakan kelegaan mengisi relung dada. sebab bahkan setelah berbulan-bulan, dia masih belum mampu untuk menyingkirkan bimbangnya menjauh. hanya duduk, dan menanti. sebab cintanya diam, dan penuh rasa sabar.
โmingi?โ
โjangan sebut namanya.โ
โoke,โ
โtahu tidak,โ wooyoung membersit hidung, dan mendongak. roman mukanya terlihat melas, dan san memutuskan untuk menjawilnya gemas. โmeski tidak ada percik, aku sudah berusaha setengah mati untuk menumbuhkan rasa.โ
โmmhm,โ
โlalu dia membalasnya dengan mencium bocah lain.โ
san tidak tahu harus berkomentar apa. jadi, dia memilih untuk meletakkan cangkirnya agar aman dari prospek pecah kena amuk massa. โaku turut berduka.โ
tetapi, wooyoung mengerutkan keningnya sebal. bola matanya yang jernih kini dipenuhi emosi yang menggelegak. โkau tidak mengerti,โ
โmaksudnya?โ
โaku tidak bersedih, aku marah.โ
โmm, tentu saja kau marah.โ
โdia bilang,โ wooyoung menelan ludah. bocah itu kelihatan merana, jadi san membawanya dekat dalam peluk hangat. sebab tahu anak itu membutuhkan kontak dekat untuk merasa aman.
โdia bilang percuma tetap bersamaku, san.โ
dialiri amarah, jemarinya mengepal murka. sebab siapapun yang berani menoreh luka pada wooyoungnya, maka dia patut mendapat neraka dunia dalam bentuk hantam tangan. โdia bodoh karena berpikir seperti itu.โ
โdia bilang,โ wooyoung menarik napas. โhatiku ada pada tempat lain, dan aku terlalu buta untuk melihat.โ
mengeratkan peluk, san memikirkan tentang malam berbintang ketika mereka duduk dengan dua tangan tertaut; pembicaraan tentang asa, lantas gelembung harap. bagaimana miliknya dia isi dengan paras manis milik yang lebih muda, dan masih terbang dekat sebab talinya dia kaitkan dengan jari kelingking. perciknya yang masih setia berpendar, meski wooyoung sibuk berkelana.
โmm,โ san berdengung, dan mencuri kecup pada pelipis wooyoung. โdoyan kue kering? aku memanggang sendiri.โ
ketika wooyoung melepasnya dengan tatap yang menolak untuk dia artikan lebih jauh, san memilih untuk menginjak angan-angannya. sebab dia tidak tahu jawab apa yang harus dia sediakan ketika wooyoung mulai bertanya kemudian. maka, dia juga memilih untuk berlari kali ini. meninggalkan perasaannya tak tersampaikan sebab lagi-lagi, dia merasa waktu tak pernah betul-betul berpihak.
pada akhirnya, san tak sempat menyuarakan perciknya; sebab seminggu kemudian, pada pagi ketika dia tengah menguap sembari menjerang air untuk tehnya, wooyoung datang. bocah itu kelihatan tak tidur semalaman, dan san bertanya-tanya mengapa. dia membiarkan anak itu duduk seperti anak bebek hilang di kursi dapur, selagi dia menyeduh teh untuk berdua. kalau dipikirkan, mereka tampak serasi benar. seperti pasangan lama memulai pagi karena kebiasaan yang telah lama mengakar.
โjadi,โ san mengulurkan cangkir teh, dan wooyoung menerimanya tanpa suara. bocah itu tampak masih tenggelam dalam rangkai proses berpikir yang tak diketahui di mana ujungnya.
โyoung-ah.โ
wooyoung menoleh. โtunggu sebentar.โ
โoke.โ
bersama, mereka menikmati pagi dengan kepul uap, dan sepiring kudapan dalam diam. sebab san adalah pribadi yang mengerti ruang dan senantiasa memberi, dan wooyoung ialah anak manis yang membutuhkan lebih banyak waktu untuk mengumpulkan hasil pemikirannya yang tercecer.
โaku berpikir,โ wooyoung berkata setelah lima menit terlewati.
san membeo, โkau berpikir.โ
โkalau,โ wooyoung berdeham. kentara sekali merasa dunia sedang duduk manis di pundak dan menekan tak main-main. โ... aku sudah lama menyukaimu?โ
โmenyukaiku.โ
โmenyayangimu.โ
โmm.โ
mendesis jengkel, wooyoung memagari pandang dengan telapak tangan. sakti menyembunyikan wajah dari sorot tatap yang san berikan. โ... cinta.โ
lama, san tak lantas memberi tanggap. dia terlampau sibuknya bermandikan rasa senang, dan rasa sayang yang menguar tak kenal pagar. sebab temboknya telah runtuh digoyah pengakuan cinta barusan. percik, kalau mengutip kata wooyoung berpekan-pekan yang lalu.
โah,โ san tertawa ketika wooyoung mengintip dari celah jemarinya. kilat jenaka berenang-renang melintas mata, kentara sekali ingin menggoda.
โdiam dulu,โ wooyoung meningkahi. pipinya merona-rona, sebab konversasi ini memang mampu membuatnya terbakar malu. โbiarkan aku merepet dengan tenang dan damai.โ
san mengangguk, dan menanti dengan sabar. sebab setelah sepuluh tahun, dia sudah jadi pakar untuk urusan menunggu ini.
โjadi,โ wooyoung memulai. jemarinya bergerak gelisah, sebab ketika gugup dia juga merasa susah untuk sekadar duduk diam. โkau tahu bagaimana aku selalu ribut mencari percik?โ
san mengangguk. ada selongsong yang melubangi dadanya, dan mengisinya dengan segudang hasrat baru. angan-angan yang sempat merebah sejajar dengan rerumputan, kini meroket naik lagi. gelenyar hangatnya, kembali dan melapisi muka kulitnya lekat.
โaku memikirkanmu sejak terakhir kali mingi mengataiku buta,โ wooyoung berkedip. dia tampak seperti anak balita yang menemukan hal baru untuk dipelajari, โdan perciknya ada.โ
โaku sudah tahu.โ
โiya, makanya, 'kanโโ wooyoung berhenti memuntahkan kalimatnya, dan menaikkan satu alis. โapa? apanya?โ
โaku sudah tahu.โ
sebab bertahun tumbuh bersama, dia telah menghabiskan setengah dari masa hidupnya mengamat-amati wooyoung dalam setiap geriknya. memetakan setiap kebiasaan kecilnya, hingga membaca mata dan mengetahui apa yang berenang di dalam kepala tanpa perlu wooyoung melontar kata. sebab dia tahu, sudah sejak lama, ketika wooyoung merelakan beasiswanya melayang, demi masuk sekolah yang sama. ketika dia terbaring sakit, dan bangun dengan wooyoung melingkar dekat menjaganya hangat. san sudah tahu ๐ด๐ฆ๐ซ๐ข๐ฌ ๐ญ๐ข๐ฎ๐ข. maka, ketika wooyoung berkelana, yang perlu dilakukan hanyalah menunggu hingga bocah itu pulang.
โoh.โ
san tersenyum, dan membiarkan jemarinya berlari di antara helai-helai rambut wooyoung. mengelus, sekaligus mengantar rasa sayang. paling tidak, kali ini dia tahu afeksinya betul timbulkan percik. sebab kedua telinga wooyoung memerah. anak itu merona.
โbodoh,โ katanya diselip rasa yang sudah tak lagi takut untuk dia publikasikan.
berang, wooyoung menggigit lengan. โaku tahu,โ balasnya sengit, sebelum menunduk untuk mencium bekas gigit, tak kalah penuh kasih.
tertawa, san merangkul perciknya dengan lebih berani kali ini.
๐ ๐ก๐๐ช๐จ๐,
1.10 pm